- A. Pengertian Perceraian
Menurut aturan Islam, perceraian diibaratkan seperti pembedahan yang menyakitkan, manusia yang sehat akalnya harus menahan sakit akibat lukanya, dia bahkan sanggup diamputasi untuk menyelamatkan bagian tubuh lainnya sehingga tidak terkena luka atau infeksi yang lebih parah. Jika perselisihan antara suami dan istri tidak juga reda dan rujuk (berdamai kembali) tidak dapat ditempuh, maka perceraian adalah jalan “yang menyakitkan” yang harus dijalani. Itulah alasan mengapa jika tidak dapat rujuk lagi, maka perceraian yang diambil.
Perceraian dalam istilah ahli fiqh disebut “talak” atau “furqoh” adapun arti dari talak ialah membuka ikatan membatalkan perjanjian.
- B. Dasar hukum perceraian
v Pasal 38 sampai dengan pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
v Pasal 14 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9 Tahun 1975, pasal 199 KUH Perdata.
v Pasal 113 sampai dengan pasal 128 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
- C. Macam-macam putusnya perkawinan
- Kematian
- Perceraian
v Talak adalah ikrar suami dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
v Berdasarkan gugatan perceraian yaitu perceraian yang disebabkan adanya gugatan dari salah satu pihak, khususnya istri ke pengadilan.
Talak dibagi menjadi 5 macam yaitu:
- Talak raj’I yaitu talak ke satu atau kedua, dimana suami berhak ruju’ selama istri dalam masa iddah.
- Talak ba’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
- Talak Ba’in kubra adalah talak yang terjadi untuk kedua kalinya, talak ini tidak dapat dirujuk dan tidak boleh dinikahi lagi, kecuali pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.
- Talak sunny adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan oleh istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci itu.
- Talak bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut (pasal 118 sampai dengan pasal 122 inpres No 1 Tahun 1991 tentang kompilasi hukum islam).
- Keputusan Pengadilan.
- D. Alasan-alasan Perceraian
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
- Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
- Suami melanggar Ta’lik Talak.
- Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Adapun alasan-alasan yang lain yaitu:
- Karena ketidakmampuan suami memberi nafkah, yaitu mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan yang diperlukan bagi kehidupannya. Jika istri tidak bisa menerima keadaan ini, maka dia bisa meminta kepada sang suami untuk menceraikannya, sementara istri benar-benar tidak sanggup menerimanya, pengadilan yang menceraikannya.
- Karena suami bertindak kasar, misalnya suka memukul, untuk melindungi kepentingan dan keselamatan istri, atas permintaan yang bersangkutan pengadilan berhak menceraikannya.
- Karena kepergian suami dalam waktu yang relative lama, tidak pernah ada dirumah, bahkan imam Malik tidak membedakan apakah kepergian itu demi mencari ilmu, bisnis, atau karena alasan lain. Jika istri tidak bisa menerima keadaan itu dan merasa dirugikan, pengadilan yang menceraikannya. Berapa ukuran lama masing-masing masyarakat atau Negara bisa membuat batasan sendiri melalui undang-undang.
- Suami dalam status tahanan atau dalam kurungan. Jika istri tidak bisa menerima keadaan itu, maka secara hukum, ia bisa mengajukan masalahnya kepengadilan untuk diceraikan.
- E. Akibat perceraian
- Akibat talak
- Akibat perceraian
ü Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya baik berupa uang maupun benda.
ü Member nafkah, mas kawin, dan kiswah terhadap bekas istri selama dalam masa iddah kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in dan dalam keadaan tidak hamil.
ü Melunasi mahar yang telah terhutang seluruhnya dan separoh apabila qabla al dukhul.
ü Memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
Yang menjadi hak suami terhadap istrinya melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang masih dalam masa iddah. Waktu tunggu atau masa iddah bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut :
- Perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul waktu tunggu ditetapkan
- Perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bai yang masih haid ditetapkan tiga kali suci sekurang-kurangnya Sembilan puluh hari dan bagi yang tidak haid juga ditetapkan Sembilan puluh hari
- Perkawinan putus karena perceraian sedangkan janda tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan.
- Perkawinan putus karena kematian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan (pasal 153 ayat 2 inpres Nomor 1 Tahun 1951).
- Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul.
- Bagi perkawinan yang putus karena perceraian tenggang waktu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Menjaga dirinya.
- Tidak menerima pinangan.
- Tidak menikah dengan pria lain
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam pasal 156 inpres Nomor 1 tahun 1991 ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu :
- Terhadap anak-anaknya
- Terhadap harta bersama
- Terhadap muth’ah
- Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari ibunya
kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti oleh :
- Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu
- Ayah
- Wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
- Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
- Anak yang sudah memayyiz berhak memilih hadanah dari ayah dan ibunya
- Apabila pemegang hadanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan agama dapat memindahkan hak hadanah kepada kerabat lain yang mempunya hak hadanah pula.
- Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan anaknya dan pemilikan anaknya yang tidak turut padanya (pasal 156 inpres Nomor 1 tahun 1991)
- Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan si anak.
- Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak itu.
- Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suamiuntuk membiayai penghidupan dan menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istrinya.
Disamping itu, kewajiban lain dari bekas suami adalah memberikan muth’ah kepada bekas istrinya. Muth’ah adalah berupa pemberian bekas suami kepada istri yang dijatuhi talak baik benda atau uang dan yang lainnya. Syarat pemberian muth’ah ini adalah :
- Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul
- Perceraian itu atas kehendak suami
0 komentar:
Post a Comment