Tuesday, April 5, 2011

KHITAN WANITA MENURUT HUKUM ISLAM

Leave a Comment







I. PENDAHULUAN

Permasalahan khitan wanita saat ini menjadi perdebatan di kalangan medis dan masyarakat. Ada yang pro dan ada yang kontra terutama setelah beredarnya surat edaran tentang larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan nomor : HK.00.07.1.3.1047a tanggal 20 April 2006. Dimana di dalam surat tersebut disebutkan bahwa khitan terhadap wanita merupakan praktek perusakan alat kelamin perempuan, sehingga harus dilarang. 
 
II DEFINISI KHITAN 
 
Kata khitan berasal dari akar kata Arab khatana-yakhtanu-khatnan, artinya memotong. Makna asli kata khitan dalam bahasa Arab adalah bahagian yang dipotong dari kemaluan laki-laki atau perempuan. Khitan laki-laki disebut juga dengan I‟zar. Sedangkan khitan perempuan disebut juga dengan Khafdh (merendahkan). Secara istilah khitan adalah memotong kulit yang menutupi penis laki-laki atau memotong kulit yang terdapat di atas farji wanita yang seperti jengger kepala ayam jantan.

III. DALIL-DALIL TENTANG KHITAN
 
“ Dari Abu Hurairah r.a : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “ Fitrah itu ada lima : khitan, mencukur bulu disekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR.Bukhari dan Muslim) Artinya : “ Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Ummi Athiyyah, salah seorang yang biasa mengkhitan anak-anak perempuan di Madinah, “ Apabila kamu mengkhifadh, janganlah berlebihan karena yang tidak berlebihan itu akan menambah cantiknya wajah dan lebih menambah kenikmatan dalam berhubungan dengan suami.” (HR.Thabrani, Hadits Hasan) Artinya : “Dari Hajjaj dari Abi Malih bin Usamah dari ayahnya, bahwa Nabi SAW bersabda : “ Khitan itu sunnah untuk laki-laki dan kehormatan/dianggap baik untuk wanita.” (HR.Ahmad dan Baihaqi) Artinya : “ Apabila bertemu dua khitan maka wajib mandi.” (HR.Muslim)

IV. HUKUM KHITAN PADA WANITA

Secara umum para ulama sepakat mengatakan bahwa khitan itu suatu hal yang masyru’ (disyari‟atkan) baik bagi laki-laki ataupun wanita. Sebagaimana yang dinukil Ibnu hazam dalam bukunya maratibul ijma’ dan Ibnu Taimiyah dalam bukunya Majmu’ fatawa.
Namun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya, apakah khitan itu wajib atau tidak. Dalam hal ini ada tiga pendapat: Pertama: Khitan itu wajib, baik bagi laki-laki ataupun wanita. Ini adalah pendapat ulama Syafi‟i, Hanbali, dan sebagian ulama Maliki. Bahkan Imam Malik sangat keras dalam masalah khitan laki-laki. Beliau berkata, "Barangsiapa tidak berkhitan maka tidak sah menjadi imam dan persaksiannya tidak diterima." Juga berkata Imam Ahmad, "Tidak boleh dimakan sembelihan orang yang tidak khitan, tidak sah shalat dan hajinya sampai bersuci, dan ini adalah kesempurnaan Islam seseorang." Kedua: Khitan itu hukumnya adalah sunat, baik bagi laki-laki, maupun wanita. Ini adalah pendapat ulama Hanafi, Imam Malik dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Ketiga: Khitan itu wajib hukumnya bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita hanya merupakan suatu kehormatan (makramah/mustahab). Ini pendapat sebagian ulama Maliki, ulama Zhahiry, dan pendapat imam Ahmad dalam satu riwayat. Para ulama yang berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan wanita, berdalil dengan hal-hal berikut:
1. Firman Allah (artinya) : “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan, lalu Ibrahim melaksanakannya” (QS. Al-Baqarah: 124). Khitan adalah salah satu kalimat yang diperintahkan Allah sebagai ujian terhadap Nabi Ibrahim sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Dan biasanya seseorang itu diuji Allah dengan sesuatu yang wajib.
2. Firman Allah (artinya): “Kemudian Kami wahyukan kepadamu agar engkau mengikuti agama (ajaran) Ibrahim dengan lurus”. (QS. an-Nahl: 123) Ini adalah perintah untuk mengikuti ajaran Ibrahim as, dan khitan merupakan salah satu ajarannya, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Nabi Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun”. Maka khitan termasuk ajaran Ibrahim yang wajib kita ikuti, karena dalam kaidah ilmu ushul fiqh dikatakan bahwa pada dasarnyasebuah perintah itu berhukum wajib selagi tidak ada dalil yang memalingkannya kepada hukum lainnya.
3. Rasulullah bersabda kepada seseorang yang masuk Islam: Dari „Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasannya dia datang kepada Rasulullah, seraya berkata: "Saya telah masuk Islam." Maka Rasulullah, bersabda, "Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah." Ini adalah bentuk perintah, di dalam kaidah ilmu ushul fiqh bahwa pada dasarnya sebuah perintah itu berhukum wajib selagi tidak ada dalil yang memalingkannya kepada hukum lainnya. Perintahnya untuk satu orang mencakup semua orang selama tidak ada dalil yang menunjukkan khusus.
4. Diriwayatkan oleh Zuhri, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang masuk Islam, maka hendaklah berkhitan, sekalipun dia telah besar”. Ibnu Qayyim berkata :” Hadis ini sekalipun mursal, namun layak untuk dijadikan dalil (sandaran hukum)”.
5. Dari Ummu Muhajir, beliau berkata: “Saya dan budak-budak dari Romawi tertawan. Lalu Utsman menawarkan kepada kami (masuk) islam, di antara kami tidak ada yang masuk islam kecuali saya dan satu lagi yang lain, maka Utsman berkata;”Khitan keduanya dan sucikan! Lalu saya berkhidmat kepada Utsman. (HR. Imam Bukhari).
6. Khitan adalah syi'ar kaum muslimin dan yang membedakan antara mereka dengan umat lainnya dari kalangan kaum kuffar dan ahli kitab. Oleh sebab itu, sebagaimana syi'ar kaum muslimin yang lain wajib, maka khitan pun wajib. Juga, sebagaimana menyelisihi kaum kuffar itu wajib, maka khitan juga wajib. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk darinya."
7. Dibolehkan membuka aurat untuk dikhitan, kalaulah hukum khitan itu bukan wajib, maka pasti membuka aurat untuknya tidak dibolehkan, apalagi tidak ada unsur darurat disitu dan tidak ada pula unsur pengobatan.
8. Khitan itu memotong anggota badan sedangkan pada dasarnya memotong anggota tubuh itu haram. Sesuatu yang haram tidak mungkin menjadi boleh kecuali dengan sesuatu yang wajib.
9. Bahkan Ibnul Qayyim menyebutkan lima belas dalil tentang kewajiban khitan bagi laki dalam kitabnya “tuhfatul maudud”.
Mereka yang berpendapat bahwa hukum khitan itu adalah sunat bagi laki-laki dan wanita, berdalil dengan dalil-dalil berikut :
1. Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda (artinya) : ““Ada lima hal yang merupakan fitrah: Khitan, membuang bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak”, yang dimaksud fitrah disini adalah sunat, artinya khitan itu hukumnya sunat bukan wajib, oleh karena itu dalam hadis ini Rasulullah saw menyebutnya bersamaan dengan hal-hal yang disunatkan. Dan hadis ini bersifat umum, tanpa membedakan antara laki-laki dan wanita.
2. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda (artinya): “Khitan itu adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kehormatan bagi kaum wanita”. Zahir Hadis ini menunjukkan bahwa khitan itu tidak wajib, baik bagi laki-laki maupun wanita.
Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki, dan hanya merupakan kehormatan (mustahab) bagi wanita, berdalil dengan dalil-dalil kelompok pertama, dan mengatakan bahwa khitan bagi laki-laki lebih kuat, karena khitan bagi laki-laki tujuannya membersihkan sisa air kencing yang najis yang terdapat pada kulit tutup kepala dzakar, sedangkan suci dari najis merupakan syarat sah shalat. Sedangkan khitan bagi wanita hanyalah untuk mengecilkan dan menstabilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban.
Menurut saya, yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki, sedangkan wanita disyari‟atkan bagi mereka berkhitan, namun tidak wajib. Beberapa hadis menunjukkan adanya praktek khitan di zaman Rasulullah saw bagi wanita, diantaranya:

1. Adanya beberapa dalil yang menunjukkan Rasulullah menyebut khitan bagi wanita di antaranya sabda beliau: "Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi." Imam Ahmad berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan."
2. Dari Aisyah, beliau berkata, "Rasulullah bersabda,"Apabila seorang laki-laki duduk di empat cabang wanita dan khitan menyentuh khitan, maka wajib mandi.” Hadis ini zahirnya menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
3. Dari Anas bin Malik berkata, "Rasulullah bersabda kepada Ummu Athiyah, "Apabila engkau mengkhitan wanita, maka sedikitkanlah, dan jangan berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami."
4. Khitan bagi wanita sangat masyhur dilakukan oleh para sahabat dan para salaf , diantaranya apa yang diceritakan oleh Ummu muhajir diatas.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, "Apakah wanita itu dikhitan ataukah tidak?" Beliau menjawab, "Ya, wanita itu dikhitan, dan khitannya adalah dengan memotong bagian yang paling atas yang mirip dengan jengger ayam jantan. Rasulullah bersabda kepada wanita yang mengkhitan, 'Biarkanlah sedikit dan jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi suami.' Hal ini karena tujuan khitan laki-laki ialah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam kulit penutup kepala dzakar. Sedangkan tujuan khitan wanita ialah untuk menstabilkan syahwatnya, dan itu akan membuat jiwa mereka lebih suci dan kehormatan diri mereka lebih terjaga.

V. BATAS YANG DIPOTONG DALAM MENGKHITANI ANAK PEREMPUAN

Menurut Imam Ibnul Qayyim, alat kelamin perempuan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama merupakan simbol kegadisannya dan bagian kedua adalah bagian yang harus dipotong saat ia khitan. Bentuknya seperti jengger ayam jantan, bagian ini terletak di bagian farji paling atas diantara dua tepinya. Jika bagian ini dipotong, sisanya akan berbentuk seperti biji kurma. Cara memotongnya tidak boleh berlebihan dan tidak perlu memotong semua bagian itu. Al-Mawardi berkata, “ Mengkhitan anak perempuan berarti memotong bagian yang pada farji bagian teratas. Kita wajib memotong bagian yang menonjol saja.” Dan ini adalah cara yang benar sesuai dengan pesan Rasulullah kepada Ummi Athiyyah. Sementara itu, ada cara yang lain dalam mengkhitan perempuan yaitu :
1. Menjahit dua tepi farji yang kecil tanpa menghilangkan bagian apapun, tujuannya adalah untuk mempersempit terbukanya vagina.
2. Metode Fir‟aun, caranya adalah dengan terlebih dahulu menghilangkan biji kemaluan perempuan dan dua tepi farjinya kemudian menjahitnya. Akibatnya vagina tidak bisa terbuka dan hanya ada lubang kecil dibawah sebagai saluran air kencing dan haid.
Kedua metode ini akan menyiksa perempuan dan bertentangan dengan Islam. Ringkasnya, pelaksanaan khitan pada perempuan harus dilaksanakan oleh tenaga medis muslimah yang mengerti ajaran Islam dan dapat menjalankan praktik khifadh sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.

VI. HIKMAH KHITAN PADA PEREMPUAN

1. Khitan pada wanita yang dilakukan secara benar justru bermanfaat untuk kehidupan seksual wanita yang bersangkutan. Karena membuat lebih bersih dan lebih mudah menerima rangsangan.
2. Khitan dapat membawa kesempurnaan agama, karena ia disunnahkan.
3. Khitan adalah cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit.
4. Khitan membawa kebersihan, keindahan, dan meluruskan syahwat.

VII. PENUTUP

Khitan perempuan merupakan sunnah fitrah yang sudah diterima oleh umat Islam. Walaupun terjadi perbedaan pendapat para ulama dalam masalah hukum khitan pada perempuan, namun syiar khitan perempuan ini harus dilakukan oleh umat Islam. Karena khitan perempuan yang sesuai dengan prosedur dan dilakukan oleh orang yang mengerti caranya, akan membawa hikmah yang baik bagi perempuan dalam menstabilkan syahwatnya. Dan juga akan bermanfaat bagi hubungan suami istri selanjutnya. Para bidan dan dokter yang mengkhitan perempuan harus berhati-hati, sehingga tidak memotong atau menyayat terlalu besar, sehingga akan membawa akibat yang buruk bagi yang dikhitan. Sehubungan dengan menjaga diri dari penyimpangan seksual, maka para muslimah harus mendekatkan diri kepada Allah dan merasakan selalu pengawasan Allah. Sehingga perzinahan dan perselingkuhan jauh dari kita umat Islam ini. Mengenai adanya pelarangan khitan bagi perempuan dari beberapa pihak, hal itu sebenarnya tidak hak bagi siapapun melarang sesuatu yang dibolehkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kalau terdapat kesalahan dalam praktek, maka kesalahan itu saja yang harus diluruskan. Perlunya prosedur tetap (protap) untuk khitan wanita ini, jika perlu ada peraturan pemerintah yang mengaturnya. 
 
OLEH : H.AKMAL ABDUL MUNIR LC.MA


VIII. SUMBER:
- DR. Saad al Marshafi, Khitan, Gema Insani Press.1997.
- DR. Mawardi M. Shaleh, Khitan Wanita dalam Perspektif Hukum Islam, Makalah, 2007.
- DR. Yusuf al-Qardhawi. Fatawa Mu’ashirah. Daar al-Qalam. Kuwait.1990.
- DR. Wahbah Al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy Wa adillatuhu, Dimasyq: Daar al-Fikr. 1984
- Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah. Beirut: Daar al-Fath. 1996

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg

0 komentar:

Post a Comment

Social Icons

Followers