Pencinta bacaan Maulid Nabi Muhammad SAW sudah tumbuh subur sejak dulu, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia, seperti di Yaman, Hijaz, Irak, Iran, Palestina, Uni Emirat Arab, Maroko, Mesir, Libya, Sudan, Uzbekistan, Kazakhtan, Tajikistan, India, Pakistan, Malaysia, Brunai Darusssalam, Singapura dan kawasan rumpun melayu lainnya.
Perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad SAW, baru terjadi pada permulaan abad keenam Hijriyyah. Para sejarawan sepakat bahwa yang pertama kali mengadakan adalah Raja Irbil di Irak, yang dikenal ‘alim, bertaqwa dan pemberani , yaitu : Raja Al-Mudzaffar Abu Sa’id Kukuburi bin Zainuddion Ali Buktikin ( w. 630 H / 1232 M).
Para Ulama dari kalangan shufi, fuqaha dan ahli hadits menilai perayaan maulid ini termasuk Bid’ah hasanah (Bid’ah yang baik), yang dapat memberikan pahala bagi yang melakukannya.
Arti Bid’ah menurut Bahasa yaitu : menciptakan dan membuat sesuatu tanpa contoh yang terdahulu.
Syeikh Izzuddin bin Abdussalam seorang ulama besar dalam Madzhab Syafi’i (w. 660 H) di dalam kitabnya Qowa’idul Ahkam, menerangkan : “Bid’ah itu adalah suatu pekerjaan keagamaan yang tidak dikenal pada zaman Rasulullah SAW”.
Menurut riwayat Abu Nu’aim, Imam Syafi’i berkata :
Bid’ah itu ada dua macam :
1. Bid’ah Hasanah (Bid’ah terpuji ) yaitu yang sesuai dengan Kitabullah, sunnah Nabi Saw, Atsar sahabat- sahabat dan Ijma’
2. Bid’ah Dlalalah (Bid’ah tercela) yaitu yang tidak sesuai atau menentang Kitabullah, sunnah Nabi Saw, atsar sahabat.
Nabi SAW bersabda :
1. Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini (urusan agama) sesuatu yang tidak ada dalam agama, maka perbuatan itu ditolak (tidak diterima) atau bathal. (HR. Muslim).
2. Barang siapa yang mengadakan dalam Islam sunnah hasanah (sunnah yang baik) maka diamalkan orang kemudian sunnahnya itu, diberikan kepadanya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kemudian dengan tidak mengurangi sedikit jua dari pahala orang yang mengerjakan kemudian itu.
Dan barang siapa yang mengadakan dalam Islam sunnah Sayyi’ah (sunnah buruk) maka diamalkan orang kemudian sunnah buruknya itu, diberikan padanya dosa seperti dosa orang yang mengerjakan kemudian dengan tidak dikurangi sedikitpun juga dari dosa orang yang mengerjakan kemudian itu. (HR. Muslim).
Dengan demikian tidaklah gampang mengatakan atau mencap sesuatu dengan bid’ah, tetapi semua pekerjaan keagamaan yang baru harus diteliti terlebih dahulu apakah menentang atau sesuai dengan Al-Qur’an, Hadits.Atsar dan Ijma’ .
Contoh atau misal dari Bid’ah hasanah (Bid’ah terpuji), yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW:
1. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an kedalam satu Musshaf.
2. Memberikan Nuqthah (Titik) dan Syakl (baris) pada Ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Menterjemahkan Al-Qur’an.
4. Membukukan hadits-hadits Nabi dan menterjemahkannya.
5. Membukukan fiqih dan Tafsir Qur’an.
6. Membukukan ilmu-ilmu ushuluddin dan Tasawwuf.
7. Membangun Madrasah, Perguruan Tinggi, dan sekolah-sekolah umum.
8. Pergi Haji kemekah dengan Mobil, Kapal Laut, Pesawat Udara.
9. Merayakan Isra wal Mi’raj.
10. Merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Kesemua pekerjaan tersebut dinamai Bid’ah karena hal tersebut tidak ada pada masa Rasulullah SAW, tetapi Bid’ahnya adalah “Bid’ah Hasanah (Bid’ah terpuji)”.
Diantara ulama yang menilai perayaan maulid sebagai bid’ah hasanah (Bid’ah terpuji) adalah :
1. Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hambali.
2. Al-Hafizh Ibnu Dihyah.
3. Al-Hafizh Abu Syamah (guru Al-Imam Nawawi).
4. Al-Hafizh Ibnu Katsir.
5. Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali.
6. Al-Hafizh Ibnu Hajar.
7. Al-Hafizh al-Sakhawi.
8. Al-Hafizh al-Syuyuthi. Dan lain-lain.
Keutamaan Membaca dan Memperingati Maulid Nabi SAW.
As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawiy Al-Maliki Al-Hasaniy menegaskan , diantaranya :
1. Dalam pembacaan dan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, pasti dikumandangkan ucapan-ucapan Shalawat dan Salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhamad Saw. Bershalawat dan Salam kepada Nabi Saw adalah perintah Allah SWT, dalam Al-Qur’an . Allah SWT berfirman :
“Sesunguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu atas Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS.Al Ahzab, ayat :56).
Betapa banyak pahala dan kebajikan yang didapat oleh orang yang banyak mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi SAW, sehingga Rasulullah SAW menjanjikan sepuluh kali lipat balasan do’a Beliau, bagi orang yang bershalawat kepada Beliau.
2. Pembacaan dan peringatan Maulid Nabi SAW, adalah pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan hal tersebut merupakan tuntunan Al-Qur’an. Allah SWT Berfirman :
“Katakanlah :Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah (dengan itu) mereka bergembira”. (Q.S. Yunus : 58).
Allah SWT memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya, dan Nabi Muhammad SAW jelas merupakan rahmat Allah terbesar bagi kita ummat Islam dan Alam semesta.
“Dan kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya : 107).
3. Membaca dan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah menjelaskan sejarah kehidupan Beliau, mu’jizat-mu’jizat Beliau, menjelaskan sifat-sifat Beliau, memaparkan kesempurnaan, kemuliaan akhlak dan pribadi beliau, untuk dicontoh dan ditauladani dalam hidup dan kehidupan. Allah SWT berfirman :
. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulallah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahdzab : 21 ).
- Al-Imam Junaid Al-Baghdadi berkata :
Barangsiapa yang menghadiri maulid seraya mengagungkan kedudukannya Nabi Muhamad SAW, maka ia telah beruntung dengan keimanan.
- Al-Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitab Wasaail syarah al-Syama’il, berkata :
Tidak ada dari pada suatu rumah, masjid atau suatu tempat yang dibacakan pada tempat itu maulid Nabi SAW, melainkan mengelilingi para malaikat pada ahli (penduduk) tempat itu. Dan Allah meratakan mereka dengan rahmat, dan mereka dikelilingi dengan cahaya malaikat yakni : Jibril, Mikail, Israfil, Qurbail, ‘Ainail, Shafun dan Karubiyun. Maka bahwasanya para malaikat itu membacakan shalawat (mendo’akan) atas orang yang adalah ia menjadi sebab bagi terlaksananya pembacaan maulid Nabi SAW.
- Al—Imam al-Sarri al-Saqathi, berkata :
Barang siapa yang bertujuan ke satu tempat yang dibacakan di dalamnya Maulid Nabi SAW, maka ia telah bertujuan ke satu taman dari pada taman surga, karena bahwasanya tidaklah bertujuan ke taman surga melainkan karena kecintaannya kepada Rasulallah SAW. Dan telah bersabda Nabi SAW :”Barang yang mencintaiku adalah ia bersamaku berada di dalam surga”.
Pandangan berbeda tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sejak dulu hingga sekarang ada perbedaan pendapat tentang hukum perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Adapun yang berpendapat bahwa mengadakan perayaan Maulid Nabi SAW itu termasuk perbuatan yang mengada-ada atau dengan sebutan Bid’ah adalah tokoh-tokoh kontroversial (syadz) yang bermuara dalam madzhab Wahhabi yaitu :
1. Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz. (w.1421 H).
2. Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
3. Al-Albani
Perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad SAW, baru terjadi pada permulaan abad keenam Hijriyyah. Para sejarawan sepakat bahwa yang pertama kali mengadakan adalah Raja Irbil di Irak, yang dikenal ‘alim, bertaqwa dan pemberani , yaitu : Raja Al-Mudzaffar Abu Sa’id Kukuburi bin Zainuddion Ali Buktikin ( w. 630 H / 1232 M).
Para Ulama dari kalangan shufi, fuqaha dan ahli hadits menilai perayaan maulid ini termasuk Bid’ah hasanah (Bid’ah yang baik), yang dapat memberikan pahala bagi yang melakukannya.
Arti Bid’ah menurut Bahasa yaitu : menciptakan dan membuat sesuatu tanpa contoh yang terdahulu.
Syeikh Izzuddin bin Abdussalam seorang ulama besar dalam Madzhab Syafi’i (w. 660 H) di dalam kitabnya Qowa’idul Ahkam, menerangkan : “Bid’ah itu adalah suatu pekerjaan keagamaan yang tidak dikenal pada zaman Rasulullah SAW”.
Menurut riwayat Abu Nu’aim, Imam Syafi’i berkata :
Bid’ah itu ada dua macam :
1. Bid’ah Hasanah (Bid’ah terpuji ) yaitu yang sesuai dengan Kitabullah, sunnah Nabi Saw, Atsar sahabat- sahabat dan Ijma’
2. Bid’ah Dlalalah (Bid’ah tercela) yaitu yang tidak sesuai atau menentang Kitabullah, sunnah Nabi Saw, atsar sahabat.
Nabi SAW bersabda :
1. Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini (urusan agama) sesuatu yang tidak ada dalam agama, maka perbuatan itu ditolak (tidak diterima) atau bathal. (HR. Muslim).
2. Barang siapa yang mengadakan dalam Islam sunnah hasanah (sunnah yang baik) maka diamalkan orang kemudian sunnahnya itu, diberikan kepadanya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kemudian dengan tidak mengurangi sedikit jua dari pahala orang yang mengerjakan kemudian itu.
Dan barang siapa yang mengadakan dalam Islam sunnah Sayyi’ah (sunnah buruk) maka diamalkan orang kemudian sunnah buruknya itu, diberikan padanya dosa seperti dosa orang yang mengerjakan kemudian dengan tidak dikurangi sedikitpun juga dari dosa orang yang mengerjakan kemudian itu. (HR. Muslim).
Dengan demikian tidaklah gampang mengatakan atau mencap sesuatu dengan bid’ah, tetapi semua pekerjaan keagamaan yang baru harus diteliti terlebih dahulu apakah menentang atau sesuai dengan Al-Qur’an, Hadits.Atsar dan Ijma’ .
Contoh atau misal dari Bid’ah hasanah (Bid’ah terpuji), yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW:
1. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an kedalam satu Musshaf.
2. Memberikan Nuqthah (Titik) dan Syakl (baris) pada Ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Menterjemahkan Al-Qur’an.
4. Membukukan hadits-hadits Nabi dan menterjemahkannya.
5. Membukukan fiqih dan Tafsir Qur’an.
6. Membukukan ilmu-ilmu ushuluddin dan Tasawwuf.
7. Membangun Madrasah, Perguruan Tinggi, dan sekolah-sekolah umum.
8. Pergi Haji kemekah dengan Mobil, Kapal Laut, Pesawat Udara.
9. Merayakan Isra wal Mi’raj.
10. Merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Kesemua pekerjaan tersebut dinamai Bid’ah karena hal tersebut tidak ada pada masa Rasulullah SAW, tetapi Bid’ahnya adalah “Bid’ah Hasanah (Bid’ah terpuji)”.
Diantara ulama yang menilai perayaan maulid sebagai bid’ah hasanah (Bid’ah terpuji) adalah :
1. Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hambali.
2. Al-Hafizh Ibnu Dihyah.
3. Al-Hafizh Abu Syamah (guru Al-Imam Nawawi).
4. Al-Hafizh Ibnu Katsir.
5. Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali.
6. Al-Hafizh Ibnu Hajar.
7. Al-Hafizh al-Sakhawi.
8. Al-Hafizh al-Syuyuthi. Dan lain-lain.
Keutamaan Membaca dan Memperingati Maulid Nabi SAW.
As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawiy Al-Maliki Al-Hasaniy menegaskan , diantaranya :
1. Dalam pembacaan dan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, pasti dikumandangkan ucapan-ucapan Shalawat dan Salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhamad Saw. Bershalawat dan Salam kepada Nabi Saw adalah perintah Allah SWT, dalam Al-Qur’an . Allah SWT berfirman :
“Sesunguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu atas Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS.Al Ahzab, ayat :56).
Betapa banyak pahala dan kebajikan yang didapat oleh orang yang banyak mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi SAW, sehingga Rasulullah SAW menjanjikan sepuluh kali lipat balasan do’a Beliau, bagi orang yang bershalawat kepada Beliau.
2. Pembacaan dan peringatan Maulid Nabi SAW, adalah pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan hal tersebut merupakan tuntunan Al-Qur’an. Allah SWT Berfirman :
“Katakanlah :Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah (dengan itu) mereka bergembira”. (Q.S. Yunus : 58).
Allah SWT memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya, dan Nabi Muhammad SAW jelas merupakan rahmat Allah terbesar bagi kita ummat Islam dan Alam semesta.
“Dan kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya : 107).
3. Membaca dan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah menjelaskan sejarah kehidupan Beliau, mu’jizat-mu’jizat Beliau, menjelaskan sifat-sifat Beliau, memaparkan kesempurnaan, kemuliaan akhlak dan pribadi beliau, untuk dicontoh dan ditauladani dalam hidup dan kehidupan. Allah SWT berfirman :
. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulallah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahdzab : 21 ).
- Al-Imam Junaid Al-Baghdadi berkata :
Barangsiapa yang menghadiri maulid seraya mengagungkan kedudukannya Nabi Muhamad SAW, maka ia telah beruntung dengan keimanan.
- Al-Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitab Wasaail syarah al-Syama’il, berkata :
Tidak ada dari pada suatu rumah, masjid atau suatu tempat yang dibacakan pada tempat itu maulid Nabi SAW, melainkan mengelilingi para malaikat pada ahli (penduduk) tempat itu. Dan Allah meratakan mereka dengan rahmat, dan mereka dikelilingi dengan cahaya malaikat yakni : Jibril, Mikail, Israfil, Qurbail, ‘Ainail, Shafun dan Karubiyun. Maka bahwasanya para malaikat itu membacakan shalawat (mendo’akan) atas orang yang adalah ia menjadi sebab bagi terlaksananya pembacaan maulid Nabi SAW.
- Al—Imam al-Sarri al-Saqathi, berkata :
Barang siapa yang bertujuan ke satu tempat yang dibacakan di dalamnya Maulid Nabi SAW, maka ia telah bertujuan ke satu taman dari pada taman surga, karena bahwasanya tidaklah bertujuan ke taman surga melainkan karena kecintaannya kepada Rasulallah SAW. Dan telah bersabda Nabi SAW :”Barang yang mencintaiku adalah ia bersamaku berada di dalam surga”.
Pandangan berbeda tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sejak dulu hingga sekarang ada perbedaan pendapat tentang hukum perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Adapun yang berpendapat bahwa mengadakan perayaan Maulid Nabi SAW itu termasuk perbuatan yang mengada-ada atau dengan sebutan Bid’ah adalah tokoh-tokoh kontroversial (syadz) yang bermuara dalam madzhab Wahhabi yaitu :
1. Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz. (w.1421 H).
2. Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
3. Al-Albani
Referensi : Dari Berbagai sumber
Wallohu a'lam bis showab.......
Wallohu a'lam bis showab.......
0 komentar:
Post a Comment