Monday, March 14, 2011

Mencintai Orang Miskin

Leave a Comment
Allah berfirman: "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin" (QS. 107:1-3). Menafasirkan ayat ini Sayyid Quthb menegaskan: "Bila keimanan seseorang benar-benar meresap kuat dalam dada, ia tidak akan menghardik anak yatim, dan tidak akan membiarkan orang-orang miskin kelaparan. Masalah keimanan bukan semata semboyan dan ucapan, melainkan perubahan dalam hati yang melahirkan kebaikan dalam hidup bersama dengan manusia yang lain, terutama mereka yang sangat mebutuhkan bantuan. Allah tidak ingin dari hambaNya semata kalimat yang diucapkan, melainkan harus diterjemahkan dalam perbuatan nyata. Bila tidak, keimanan itu menjadi sekedar busa, tidak bermakna dan tidak berpengaruh apa-apa" (Fi dzilalil Qur'an, vol.6, h.3985).
Rasulullah SAW sangat mencintai orang-orang miskin, dan selalu berwasiat kepada sahabat-sahabatnya untuk senantiasa mencintai mereka yang sengsara secara ekonomi. Abu Dzar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW. berswasiat kepadanya tujuh perkara tidak boleh ia meninggalkannya, diantaranya: mencintai orang miskin dan selalu mendekati mereka (Majamauzzawaid: vol.10, h.263). Ibn Majah dalam kumpulan haditsnya menyebutkan bab khusus mengenai keutamaan orang-orang miskin: Bab fadlul faqr (keutamaan kefakiran), Bab manzilatul fuqara' (derajat orang-orang miskin), dan Bab Mujalasatul fuqara (bergaul dengan orang-orang miskin). Diantara hadits yang disebutkan: Rasulullah SAW. bersabda: "Orang-orang miskin dari golongan mukmin akan masuk surga lebih dahulu, sebelum orang-orang kaya dari mereka, dengan tenggang waktu setengah hari, sama dengan lima ratus tahun" (Sunnan Ibn Majah: 4122).
    Ibn Umar meriwayatkan: suatu hari kaum muhajirin dari sahabat-sahabat Rasulullah yang miskin menceritakan enaknya sahabat-sahabat mereka yang kaya, di mana mereka punya kesempatan berbuat pahala lebih banyak dengan hartanya. Rasulullah SAW langsung bersabda: "Wahai orang-orang yang miskin, aku akan memberikan kabar gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin yang miskin akan masuk surga lebih dahulu dari pada orang mukmin yang kaya, dengan tenggang waktu setengah hari, itu sama dengan lima ratus tahun". Bukankah Allah berfirman: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu (QS. 22:47). (Ibid: 4124).
    Kehidupan Rasulullah sendiri mencerminkan kesederhanaan. Diantara doa-doanya: "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah dengan orang-orang miskin" (Ibid: 4126). Istrinya Siti Aishah ra. menceritakan bahwa pernah selama satu bulan di rumahnya tidak pernah mengepul asap. Ketika ditanya ia menjawab: kami hanya minum air dan makan kurma. (Ibid: 4145). Kapada sahabat-sahabatnya Rasulullah SAW. selalu menceritakan bahwa diri dan keluarganya tidak pernah mempunyai harta sampai satu sha'(3751 gram) biji-bijian atau kurma. Dalam riwayat lain disebutkan: hanya mempunyai satu mud (938 gram) makanan (Ibid: 4147-8).
    Bila ternyata mencintai orang-orang msikin bukan semata kewajiban kemanusiaan melainkan lebih dari itu adalah bukti keimanan, mengapa kita masih sering menyaksikan seorang bayi ditahan di rumah sakit karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya, seorang ibu sambil merangkul anak bayinya ditolak dari pintu ke pintu rumah sakit karena tidak punya biaya, dan seorang bayi terpaksa akhirnya harus menghembuskan nyawa karena tidak ada rumah sakit yang menerimanya . Di manakah keimanan kita selama ini? Pantaskah kita dengan kenyataan ini menyebut diri orang-orang mukmin? Wallahu a'lam.
Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg

0 komentar:

Post a Comment

Social Icons

Followers